Saturday, April 6, 2019

Hati dan Torehannya

Bismillah,

#myoldpost.dec2011







Membersihkan hati dari torehan-torehan peristiwa tidaklah semudah membersihkan hard-disc  PC yang rutin dilakukan saat sudah tidak bisa menampung file yang akan di simpan. Hanya dengan menekan tombol ‘enter’ ….tunggu sesaat….tadaaaa….seketika akan bersih dan tersedia ruang baru yang bisa kita manfaatkan untuk file-file berikutnya.

Hal inilah yang berulang mengganggu kenyamanan hatiku setiap menghadapi momen yang sangat berkaitan erat dengan belahan jiwaku…anakku. Dalam hati kerap muncul pertanyaan yang akan berujung penyalahan yang akhirnya akan dialamatkan kepada jiwanya yang masih begitu putih. Aku menyadari hal ini tidak pantas aku lakukan, aku seakan memunafikkan cintaku kepadanya, aku menghianati amanah yang telah dititipkan Allah SWT kepadaku, aku mengabaikan sunnah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW kepada ummatnya. Yaa..Rabb, aku sebenarnya tidak bermaksud seperti ini, aku tidak ingin menjadi orang yang munafik, aku bukan orang yang khianat dan aku juga bukan musuh Rasulullah.

Seorang ibu pasti akan selalu berharap anak-anaknya meraih sukses, keberhasilan dan kemenangan disetiap kesempatan apalagi yang berbentuk suatu perlombaan. “Anakku harus menang…anakku harus berhasil…anakku harus bisa meraih itu…ini…harus begini…harus begitu…” aduuhh..sesuatu yang tanpa sadar selalu menggantung dan mengisi benak setiap orang tua yang penuh ambisi atas keberhasilan anak-anak mereka… Hal ini juga yang tanpa sadar selalu menyelinap diangan-anganku…”nak..kamu harus bisa menang nanti dalam perlombaan ini, ini adalah perlombaan antar sekolah yang bergengsi nak…yaa kamu harus bisa…”. Kata-kata penuh harapan inilah yang selalu muncul dari mulutku berulang kali setiap ada perlombaan di sekolah anakku.

Yaa Rabb…ampuni hamba yang tidak menyadari kekeliruan dan belum mampu  memahami semua ini…aku belum mampu sepenuhnya menghargai perjuangan anakku selama ini, perjuangannya untuk bisa sampai hingga sejauh ini dalam perjalanannya, yang selalu aku hargai dan nilai adalah akhir dari sepotong perjuangannya saja, karena aku terlalu picik dalam mengartikan kata ‘sukses’ ataupun ‘keberhasilan’ selama ini. Walaupun berulang kali suamiku selalu mengingatkan bahwa apa yang telah dilakukan anakku sejauh ini adalah sesuatu yang luar biasa, “dia sudah berjuang sejauh ini itu sudah luar biasa bund.., dia adalah anak yang hebat bund, kita harus menyadari itu…” begitu kerap suamiku memberikan pengertian, dan hal ini sudah berulang kali terjadi.  Dan meskipun secara teori diriku juga telah berulang kali menghabiskan bacaan mengenai topik bagaimana cara memperlakukan anak sebagai buah hati, menghargai perjuangan mereka, memberikan pujian terhadap mereka, tetapi terus terang semua teori-teori  itu hanya sekedar berlabuh sejenak tanpa meninggalkan bekas yang berarti jika tidak memahami bagaimana dalam prakteknya di kehidupan nyata. 

Semua ini berawal dari hati, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah dalam suatu hadistnya…”Ingatlah bahwa dalam jasad itu ada sekerat daging, jika ia baik, baiklah jasad seluruhnya, dan jika ia rusak, maka rusaklah jasad seluruhnya. Sepotong daging itu ialah hati." (HR. Bukhari-Muslim)

Anakku….anakku punya sebuah hati yang masih putih bersih lembut dan tulus, aku tidak ingin semua peristiwa buruk yang aku sebabkan akan menoreh dan membekas di hatinya. Aku ingin hatinya memberikan irama kebaikan bagi seluruh jengkal jasmaninya….aku harus berjuang untuk bisa membersihkan hatiku dari segala keinginan yang hanya berujung kepada kepuasan dahaga jiwaku semata, tanpa memperdulikan makna jiwa buah hatiku yang mungkin sudah berulang kali terluka. Aku harus bisa menata hatiku dan memenangkan tantangan ini karena aku ingin tulus dan iklas mencintai anakku karena Engkau Yaa Rabb.

Walaupun untuk menata hati tidaklah semudah membersihkan dan menata track demi track sebuah memori hard-disk, tidaklah semudah mengganti channel yang tidak kita sukai untuk ditonton, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, tetapi diriku menyakini bahwa tidaklah sesulit menegakkan benang diantara hembusan angin, tidaklah sesulit membangun istana megah yang dihuni raja-raja persia, tidaklah sesulit seperti yang dirasakan pertama kali untuk segala sesuatu yang baru ditemui. Menata hati hanya butuh keikhlasan yang tanpa harus diucapkan, hanya membutuhkan perjuangan  tanpa kenal batas kesabaran, hanya membutuhkan kebiasaan simple yang berulang kali kita lakukan, dan yang pasti menata hati sangat membutuhkan doa, lewat doa semoga Allah memudahkan dan membukakan mata hati kita untuk menerima dan melihat dengan terang sebuah perjuangan yang sudah ditempuh bukan hasil akhir yang didapat.….maafkan bunda ya nak…bunda memang terlalu banyak meninggalkan kelas yang harusnya telah bunda selesaikan jauh hari sebelum kelahiranmu, ampuni hamba yaa Rabb...berilah hamba kemudahan untuk menjadi seorang ibu yang tidak hanya sekedar baik dan cerdas, tetapi juga bisa memberikan tauladan seperti yang dicontohkan Rasulullah dalam mendidik anak kepada ummatnya…aamiin Yaa Robb.

Kamis  05 Muharram 1433H, 1 Desember 2011

Tentang Rasa Kehilangan Itu...

Bismillah, Hangat mengalir kurasa tiada henti, hati pun seolah mengalur mengikuti buliran air mataku. Mengapa begitu tak tertahankan ra...